RSS

Antara Memaafkan dan Kebahagiaan

KERAMAHAN Akmal Nasery Basral mengantarkan saya pada Arvan Pradiansyah beserta kedua bukunya. Pertama Life Is Beautiful (2004; revisi 2006), buku yang jadi jendela untuk mengubah cara pandang terhadap dunia dengan lebih positif, jernih, dan optimistik. Kedua Cherish Every Moment (2007), sejenis sekuel Life Is Beautiful namun lebih mengajak pembaca agar mampu 'menikmati hidup yang indah setiap saat.' Sebenarnya buku Arvan sudah tiga, debutnya ialah You Are A Leader! (2002). Waktu kami bersua di Plaza Indonesia, dia bilang sekarang sedang terus menyelesaikan naskah baru. 'Itu buku tentang kebahagiaan, sudah sekitar 70 persen,' kata dia. Buku-buku dia ternyata laris, terutama sekali Life Is Beautiful, yang sudah cetakan tujuh. Ini menunjukkan tulisan Arvan digemari dan isinya kena pada banyak orang.

Arvan suka memparafrase kata-kata inspirasional dan dia sering menyampaikan maksud menggunakan cerita-cerita singkat yang menggugah dan memotivasi. Dia pandai mengubah-ubah cerita yang kerap beredar di antara Netter, jadi perhatian kaum urban dan punya bobot humanisme tinggi sesuai tujuan subjek, juga pintar memilih cerita yang punya daya ubah paradigma besar. Arvan seorang pembicara publik dan guru motivasi; selain melayani klien berbagai perusahaan, dia mengisi talkshow "Life Excellence" di Jaringan Radio Trijaya FM. Spesialisasinya bidang sumber daya manusia; jadi ia memang harus terus menggali cara agar manusia 'tergerak.' Wajar bila bukunya masuk jenis 'self development' dan 'motivasi.'

Life Is Beautiful dipenuhi cerita yang mampu mengubah paradigma, dengan tendensi agar pandangan jadi lebih jernih dan bertindak positif; sedangkan Cherish Every Moment berusaha menggali lebih dalam berbagai subjek yang awalnya diperkenalkan di buku ke-2. Salah satunya ialah tentang puasa dan memaafkan, dua hal yang secara luas diakui merupakan dwitunggal karena berlangsung secara simultan. Arvan menulis kedua hal itu lebih dari sekadar terkait ritual agama Islam, melainkan puasa dan memaafkan memiliki aspek yang lebih luas lagi, baik kemanusiaan universal maupun moralitas. Puasa merupakan fenomena umum manusia, semua bangsa dan budaya punya aspek itu. Samuel Mulia, penulis mode dan gaya hidup, juga mengakui hal itu. Persis di awal Ramadhan 1428 H ini dia menulis: `Meski saya bukan seorang Muslim, saya sedang menjalani puasa, sebuah ibadah yang saya jalani karena saya mengenal-Nya dan mencintai-Nya. '

MENURUT Arvan, salah satu nilai paling berharga dari puasa ialah mengajari orang mensyukuri nikmat Tuhan sekecil apa pun, misal ketika seseorang bisa begitu nikmat meski hanya berbuka dengan segelas air putih. Sedangkan memaafkan artinya melepaskan tawanan dan meyadari bahwa tawanan itu ialah... diri kita sendiri. Paradigma ini lain dengan anggapan umum bahwa memaafkan lebih mengenai orang lain, yaitu mereka yang 'minta maaf' maupun 'memberi maaf.' Simpul Arvan, 'Memaafkan jadi sulit karena kita percaya pada mitos bahwa memaafkan orang adalah untuk kepentingan orang tersebut, bukan untuk kepentingan kita.' Mitos itu menyebabkan minta maaf jadi basa-basi, persis saat pemain bola minta maaf setelah melakukan pelanggaran keras terhadap lawan. Dia melakukan itu agar tak dihukum dan timnya selamat dari kekalahan. Soal memaafkan ini, yang menarik, sesuai pendapat Quraish Shihab, Islam lebih mengedepankan 'memaafkan' daripada 'minta maaf.' Memaafkan itu muncul dari kesadaran diri, dari dalam, sedangkan minta maaf lebih karena terpaksa. Jadi sebelum orang lain minta maaf, seseorang idealnya harus lebih memaafkan. Ini sesuai dengan keyakinan Gandhi, yakni hanya orang besar yang punya sifat memaafkan. Kebanyakan orang sebaliknya: mereka menolak memaafkan orang yang pernah menyakiti dirinya, padahal efek psikisnya berbahaya, sebab berarti memelihara luka sepanjang hidup.

Selama Ramadhan dan Lebaran 'maaf-memaafkan' ini menemukan momentum paling kuat. Arvan tahu itu dan ia memotivasi orang agar benar-benar tahu hakikat memaafkan. Jangan sampai orang terbelenggu (terpenjara) oleh sesuatu yang ia benci. Mengutip Gerald Jampolsky, Arvan menegaskan bahwa memaafkan merupakan jalan terpendek menuju Tuhan. Bagi pendukung moralis-spiritualis , Tuhan merupakan muara bagi seluruh aktivitas yang dia semai di dunia.

Terbaca dari buku-bukunya, jelas Arvan mendukung setiap kebaikan yang muncul dari mana saja. Kunci dari dukungan itu ialah gemar pada 'makanan' yang menyehatkan pikiran dan menyimak baik-baik. Dua
hal itu saja bisa mengantarkan orang jadi lebih bahagia. Arvan bukan saja sigap menyuling ajaran dari guru-guru motivasi mutakhir, dia juga menyerap ajaran dari banyak sumber, baik moralis Leo Tolstoy, Zen, saripati ajaran agama-agama, termasuk eksponen spiritualis modern seperti Robert M. Pirsig dan M. Scott Peck. Motif dia agaknya sederhana sekaligus ambisius, ialah menemukan kebahagiaan.

Lepas dari berbagai keberhasilan dan manfaat faktual yang dirasakan banyak orang yang mempraktikkan, buku jenis motivasi (self-improvement, self-development) kerap dilecehkan menawarkan sesuatu yang permukaan bagi persoalan mendasar yang sulit. Tapi jelas buku sejenis ini bisa diterima semua kelas pembaca dan pangsa pasarnya luas, sementara para penulisnya selalu berusaha menyampaikan gagasan dengan keterbacaan tingkat tinggi. Akibatnya ganda, sering para penulisnya sekaligus terkenal sebagai pembicara publik yang mampu menggerakkan semangat orang.

AKHIRAN: Kurt Cobain, vokalis band Nirvana yang mati konyol karena bunuh diri, dulu waktu masih waras dan bisa damai dengan hidup melantun dalam lagunya, `All Apologize': Apalagi yang bisa aku katakan, semua sudah dimaafkan.// Apalagi yang perlu aku bilang, semua orang sudah riang.' Tapi benar-benar memaafkan itu sungguh sulit; dan memang hanya orang besar yang mampu melakukannya dengan sempurna. Saya sendiri sering kepayahan memaafkan segala hal; bukan semata-mata memaafkan dan kemudian berdamai dengan dunia, tapi juga berdamai dengan diri sendiri, menenteramkan gejolak yang masih liar karena terpaksa harus memaafkan. Bila sudah begitu, saya sering malu karena jadi tahu persis betapa memaafkan yang berbuah kebahagiaan itu sangat jarang. [] :

Anwar Holid

0 komentar:

Post a Comment